India Menatap Dunia

Tahun sembilan puluhan sampai awal dua ribu masyarakat tanah air di terpa badai India. Televisi swasta gencar menayangkan film produksi Bollywood. Artis semacam Amitabh Bachchan, Mithun Chakraborty, Govinda, Sri Devi, sampai ke Shahrukh Khan dan Aishwarya Rai menghiasi hari-hari keluarga Indonesia. Demam India berkurang setelah ekspansi produk drama Jepang dan Korea memasuki tanah air.

Selama masa jaya film India di tanah air, kita disuguhi fakta yang sangat unik. Bernyanyi di setiap kesempatan baik sedih pun senang, bahkan ada yang mengatakan orang India kalau melihat pohon pasti akan bernyanyi dan menari. Akting pukul-pukulan yang sangat jelas tidak kena. Polisi berwajah garang, kulit hitam, kumis tebal, tapi bercelana pendek dan sering telat datang. Alur cerita yang mudah ditebak, seorang jagoan tumbuh dari keluarga yang pas-pasan kemudian bertemu dengan wanita dari keluarga berada, cinta mereka terintangi oleh orang tua, mereka berusaha untuk menghalau segala rintangan, meski harus berhadapan dengan para penjahat yang disewa oleh ornag tua si gadis, sang jagoan tetap bertahan dan akhirnya cinta mereka tak terpisahkan. Mereka berdua pun menyanyi, seiring dengan munculnya tulisan yang menerangkan tentang sipa pemain filmnya, siapa juru kameranya, siapa produsernya dan siapa sutradaranya.

Demikian sejarah film India yang bagi sebagian kalangan dianggap kurang mengesankan. Ketika seorang anak muda ditanya tentang film India, yang ada suara tawa membahana. Film India lebih cocok ditonton oleh orang yang berhati pualam. Sendu dan mudah terharu. Bagi para pecinta aksi, tentu film Indoa bukan pilihan setidkanya fakta tersebut ada di masa tahun sembilan puluhan dan dua ribu awal.

Berbicara tentang India sekarang, tentu berbeda. Film India sudah mulai menguntit industri film Hollywood, bahkan dari segi kuantitas India jauh mengungguli Amerika. Film eksyen India sudah ditunjang oleh special effect yang canggih dan up to date. Genrenya pun sudah beragam. Meski tidka menghilangkan identitas aslinya, lagu dan tari dalam film tapi kualitas film sudah jauh berkembang.

Stop! kita berhenti dulu membicarakan film. Tulisan ini dibuat bukan untuk cinema review. Saya tertarik mengulas India karena belum lama ini ada seorang pria India yang mengguncang dunia. Satya Nadella namanya.

Bagi saya nama itu sangat asing, mungkin demikian pula bagi para pembaca sekalian. Telinga kita tidak pernah disuguhi kabar tentang orang ini. Tapi begitu muncul, semua orang terbelalak. Heran mendengar nama yang asing menjadi orang nomor satu di perusahaan teknologi terbesar dan terkaya di dunia. Ya, Satya Nadella pria India kelahiran Hyderabad 46 tahun lalu ditunjuki menjadi Chief Executive Office (CEO) Microsoft. Bill Gates pemilik Micrasoft mengumumkan penunjukan CEO baru pada tanggal 4 Februari 2014. Satya pun resmi menggantikan posisi Steve Ballmer, CEO Microsoft terdahulu.

Penduduk dunia heran, tapi tidak dengan orang-orang di Microsoft. Satya Nadella bukan orang baru di perusahaan teknologi terkaya tersebut. Dia sudah bekerja lebih dari 20 tahun. Loyalitas Satya selama mengabdikan diri kepada Microsoft sudah tidak diragukan lagi. Sebelum ditunjuk menjadi orang nomor satu, Satya adalah kepala komputasi awan Micrasoft, yang menjalankan landasan perusahaan dan pengembangan peralatan.

Reputasi pria India yang bekerja di Microsoft sejak 1992 tersebut diakui oleh CEO sebelumnya. “Setelah merasakan bekerja sama dengan Satya selama lebih dari 20 tahun, saya tahu ia adalah pemimpin yang tepat pada waktu yang tepat untuk Microsoft,” ungkap Ballmer dalam sebuah pernyataan Selasa. Demikan juga sang pemilik Bill Gates menyanjung, “Nadella adalah pemimpin yang terbukti memiliki keterampilan hard-core engineering, visi bisnis dan kemampuan untuk membawa orang bersama-sama,” katanya dilansir dari USA today, Rabu (5/2).

Kualitas pribadi orang India ini bis adilihat dari visi yang dia miliki. Ketika ditanya wartawan terkait target masa depan, Satya Nadella menyatakan.

“Sementara kita telah melihat sukses besar, kita masih merasa “lapar” untuk terus berbuat lebih banyak,” tulis dia. “Kita sedang menuju ke tempat lebih besar — seiring evolusi besar di bidang teknologi, kita akan berkembang bersamanya dan mendahuluinya.”

Ternyata satya Nadella bukan satu-satunya orang India yang menguasai perusahan raksasa dunia. Ada banyak profesional India yang menjadi eksekutif di perusahaan global.

Anshuman Jain adalah seorang eksekutif bisnis India yang mengambil alih sebagai Co-CEO Deutsche Bank, pada Juni 2012. Jain memiliki sejumlah tanggungjawab atas jabatannya itu. Di antaranya mewenangi manajemen grup strategis, alokasi sumber daya, akuntansi dan pelaporan keuangan, manajemen risiko, serta pengendalian perusahaan.

Indra Krishnamurthy Nooyi, wanita ini adalah ketua dan CEO Pepsi Co. Pepsi Co merupakan salah satu perusahaan terbesar dunia, yang bergerak dalam bisnis makanan dan minuman. Dibawah kepemimpinannya, Pepsi berhasil mengakuisi Tropicana, Quaker Oats an Gatorade. Ketiganya merupakan perusahaan terkemuka di dunia.

Sanjay Kumar Jha. Jha sukses diangkat sebagai CEO dari GLOBALFOUNDRIES, pada Januari 2014. Sebelum menjabat posisi tertinggi di GLOBALFOUNDRIES itu, Jha adalah CEO dari bisnis perangkat mobile Motorola. Sebelum itu juga, Jha pernah memainkan perannya sebagai CEO di Qualcomm.

Selain ke empat orang India yang mencuat tersebut masih banyak ratusan eksekutif asal India yang sedang menapaki karier puncak. Mereka merupakan bagian dari prediksi GOLDMAN SACHS. Dalam sebuah papernya di Global Economic Power No. 99 (2001) telah meramalkan kemunculan poros ekonomi baru dalam 50 tahun ke depan. Keempat negara itu antara lain Brazil, Rusia, India, dan China.

Semut Dreams

Suatu hari di sebuah rumah di komplek pesantren, seekor semut menghentikan langkahnya. Dia terperangah melihat sebuah layar bercahaya. Dari layar tersebut dia melihat beragam gambar dan warna. Bergerak dinamis. Ribuan hewan seperti kerbau berwarna coklat berlari cepat. Setelah gambar di padang sahara yang sebagian telah kering ditinggal hujan, muncul gambar baru. Jutaan ikan berenang ke ke satu arah. Menembus asinnya air laut menuju sungai yang tawar. Mata semut hitam tidak berkedip. Takjub.
Dia lupa tujuan utamanya. Indra penciuman yang menuntun langkah ke sebuah meja besar di tengah rumah diabaikan. Setumpuk makanan yang menyandera hidungnya dengan bau sedap sudah tidak dianggap. Perutnya mendadak penuh. Naluri makannya raib seketika. Dia membayangkan sesuatu yang luar biasa. Semut hitam terpaku di depan layar lebar bercahaya.
“Aku tidak sebesar kerbau.” Sebuah pemikiran terlintas di kepalanya. Semut hitam masih terhipnotis gerakan simultan kaki-kaki binatang mamalia besar yang berjalan dan sesekali berlari mengejar hujan. Ribuan kilo ditempuh. Segala halangan dan rintangan diterjang. Cakar tajam singa betina dilewati meski sempat melukai beberapa anggota caravan. Tebing terjal dilompati. Sungai deras dilalui. Meski beberapa ekor harus merenggang nyawa di buasnya moncong buaya. Kelompok besar mamalia tersebut terus bergerak maju. Sebelum tuntas kedatangan kemarau, mereka harus sudah berlabuh di savana baru.
“Tapi aku ingin jalan-jalan.” Semut hitam menyadari keterbatasan dirinya. Fisiknya tidak mendukung untuk menempuh jarak ribuan kilo. Kakinya meski lebih banyak dari pada kelompok mamalia, tapi tidak memiliki kekuatan yang sama. Kakinya rapuh, bahkan lebih rapuh dari bulu yang menyelimuti kulit mamalia. Dengan kaki seperti itu tidak mungkin dia bisa melakukan perjalanan jauh. Dari Leuwimekar ke Luewiliang saja dia harus menghabiskan beberapa bulan perjalanan. Padahal hanya berjarak satu kilo meter. Apalagi harus berjalan ke Bogor yang jaraknya hampir dua puluh kilo meter. Mungkin dia sudah merenggang nyawa sebelum sempat mencium harum tanah kota Bogor.
Meski sadar akan keterbatasannya, semut hitam tidak bisa memadamkan letupan semangat dalam dirinya. Dia sudah kandung terpesona dengan perjalanan jauh yang dilakukan oleh kelompok mamalia. Dia kandung takjub dengan proses migrasi ikan Salmon. Dia sudah terhipnotis siaran National Geographic Canel yang diintipnya. Migrasi sangat menawan hati. Meski menuntut pengorbanan tenaga waktu bahkan nyawa, perjalanan panjang tetap memukau.
“Bagaimana caranya agar aku bisa melakukan perjalanan jauh?” Semut hitam terus memutar kepala. Mencari cara agar apa yang dia idamkan bisa menjadi kenyataan. Dia sungguh tidak bisa berdiam diri. Dalam pikirannya hanya ada bayang-banyang migrasi. Berjalan sejauh yang bisa ditempuh. Sempat terlintas bayangan air. Air tidak pernah berhenti mengalir. Setiap saat terus bergerak mencari muara.
“Aku akan ceburkan diri ke dalam arus air sungai.” Demikian tekad semut hitam. Segera dia mengatur langkah. Jarak dirinya dan sungai sekitar dua ratus meter. Di arah Timur rumah yang dia jadikan sarang, ada sungai besar. Dia tidak pernah pergi ke sana. Dia tidak pernah melihat dengan mata kepala sendiri posisi sungai tersebut. Tapi deru arus air yang kadang terdengar sampai sarang, membuat dia yakin bahwa sungai tersebut cukup besar. Dengar berjalan beberapa hari dia akan sampai di tepi sungai. Menceburkan diri kemudian pasrah dibawa ke manapun oleh arus.
“Selamatkah aku.” Pikiran negative melintas. Dirinya yang kecil di tengah arus besar air seperti titik di dinding langit. Tidak ada jaminan dia selamat. Di sepanjang perjalanan pun dia tidak bisa menikmati aroma kehidupan. Saat arus besar menyeret tubuh kecilnya, aroma kematian yang benyelubungi diri. Bukan sebuah keputusan yang bagus. Menyeburkan diri dalam arus hanya mengantarkan nyawa.
Dalam frustasi semut hitam kecil berjalan lunglai. Dia tidak tahu arah. Jalan pulang ke sarang bukan tujuan. Aroma makanan lezat di atas meja sudah lama terhapus dari memori. Langkah gontainya dibiarkan menuju arah yang dimau. Setelah beberapa ratus langkah, dia mendapatkan kegelapan. Gelagapan semut hitam menyikap tabir. Berjalan ke luar lorong gelap. Secercah cahaya dilihat di ujung jalan. Ternyata dia terperangkap di kantong celana pemilik rumah.
Belum sempat semut hitam meloncat, laki-laki yang dari tadi duduk santai di depan tivi beranjak pergi. Remot tivi di raih. Layar yang menghadirkan jutaan gambar dan warna dengan iringan suara beraneka mendadak gelap. Semut hitam sudah tidak punya jalan ke luar. Dia pasrah.
Laki-laki melangkahkan kaki ke dalam kamar. Mengambil kunci. Suara mesin kendaraan menderu. Semut hitam kecil masih terpaku. Berdiri diam di ujung kantong celana laki-laki yang duduk di balik kemudi. Beberapa saat kemudian, benda besar yang mengeluarkan suara deru bergerak perlahan. Semilir angin yang dihempaskan badan besarnya menyusup dari sudut jendela. Hamparan rumah yang berdempet di sepanjang jalan seperti berlari kecil. Pohon-pohon pun tidak mau kalah. Semakin cepat benda besar bermesin itu berlari, semakin jauh pohon dan rumah tertinggal di belakang.
Semut hitam merayap ke atas. Di balik kantong celana dia tidak bisa melihat jauh. Pandangan matanya terbatas. Sedikit demi sedikit dia merangkak. Badan kecilnya tidak terdeteksi oleh laki-laki yang sedang khusuk memperhatikan jalan. Dia sampai di pundak kiri laki-laki. Takjub melihat apa yang dihadirkan penglihatannya. “Aku sedang bermigrasi”