Pesantren Di Bogor

Guru kami, KH. Helmy Abdul Mubin, pimpinan Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami sering bercerita. Beliau menceritakan sejarah berdirinya pesantren. Meski cerita tersebut diulang berkali-kali, kami tidak pernah bosan.
Pesantren ini didirikan dengan modal doa. Demikian selalu beliau bilang. Saya bukan pengusaha dan bukan anak orang kaya. Saya tidak punya modal harta. Saya bukan pejabat dan bukan anak mantan pejabat. Saya tidak punya modal pengaruh apalagi ketenaran.
Saat mendirikan pesantren, guru kami hanya punya uang 250 ribu rupiah. Uang tersebut adalah tabungan selama bebarapa tahun mengajar di pesantren lain. Meski tidak punya modal harta, tekad beliau sudah bulat. Ingin mendirikan lembaga pendidikan Islam yang sesuai dengan visinya.
Suatu saat seorang utusan dari Australia datang ke pesantren tempat H. Helmy mengajar. Si utusan mencari seorang ustadz yang pandai berbahasa Inggris. Ia menawarkan pekerjaan sebagai pengajar agama di lingkungan masyarakat muslim Australia. Saat itu permintaan si utusan tidak dapat dipenuhi. Tidak ada ustadz yang memiliki kualifikasi sebagaimana diminta.
Guru kami sempat merenung. Beliau berharap suatu hari dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Caranya, harus mendirikan pesantren yang menjadikan Bahasa Inggris sebagai materi pokok. Selama itu pesantren lebih menganakemaskan Bahasa Arab.
Cita-cita mendirikan pesantren pun terus bersemayam dalam dirinya. Beberapa tahun setelah kedatangan utusan Australia, H. Helmy mantap memulai pendirian pesantren. Langkah pertama yang beliau lakukan adalah mendatangi para kiyai. Berhubung asalnya dari Madura, beliau mencari informasi kiyai di pulau tersebut.
Tujuh belas kiyai didatangi. Guru kami meminta doa dari ulama tersebut. Doa seorang yang sholeh tentu lebih didengar oleh Allah. Keyakinan itu yang membuat beliau semangat mendatangi kiyai-kiyai pimpinan pesantren di Madura.
Beberapa orang kiyai memberi oleh-oleh. Sehelai kertas putih. Di dalamnya tertulis bahasa Arab. Kumpulan doa. Oleh-oleh tersebut tidak disia-siakan. Setiap doa yang diijazahkan, beliau amalkan.
Malam-malam pun dilalui dengan tafakur. Berdoa, memohon kepada Yang Maha Kuasa. Tuhan Maha Kaya, segala yang di dunia adalah milikNya. Jika Allah berkehendak, seorang yang tidak punya modal harta bisa mendirikan pesantren.
Mendirikan pesantren bukan perkara mudah. Butuh modal banyak. Tanah yang akan dijadikan lokasi harus dibeli. Dengan apa membelinya? Uang. Asrama tempat tinggal santri harus dibangun. Dengan apa membangunnya? Uang. Akses jalan bagi wali santri harus dibuat. Dengan apa membuatnya? Uang.
Butuh banyak uang untuk mendirikan pesantren. Sedangkan guru kami tidak memilikinya. Beliau punya jalan lain. Jalan yang sudah dilalui banyak orang susah. Berdoa di samping berusaha.
Doa yang dipanjatkan setiap malam berbuah. Bukan uang yang turun dari langit. Atau sejadah yang beranak rupiah. Ide. Sebuah ide muncul di kepala. Membuat sertifikat akhirat.
Ide mahal yang dibayar dengan doa puluhan malam. Guru kami pun mulai membuat konsep. Beliau meminta kawannya mengetik.
Sertifikat Akhirat
Dengan ini saya membeli tanah seluas ……. Meter. Di kampung Banyusuci Leuwiliang Bogor.
Tanah tersebut saya hibahkan kepada Pesantren Ummul Quro Al-Islami.
Yang memberi hibah Yang menerima Hibah
Sertifikat akhirat tidak langsung mendatangkan uang. Masih butuh usaha. H. Helmy berangkat membawa sertifikat akhirat ke Jakarta. Rumah demi rumah disalami. Beliau tidak kenal malu. Mencari dana bukan untuk pribadi. Ini adalah perjuangan. Demi kepentingan masa depan anak bangsa.
Rupiah demi rupiah pun didapat. Harga tanah waktu itu 2.500 per meter. Ada sekitar 6,000 meter tanah yang harus dibebaskan. Hasil keliling mencari dana door to door belum mencukupi.
Doa lagi.
H. Helmy tidak putus berdoa. Terngiang terus firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya, “Mintalah kepadaKu niscaya Aku mengabulkan.” Allah Maha Kaya, semua yang ada di dunia milikNya. Saat Allah berkenan, uang pasti datang.
Doa kembali memberi hasil. Sebuah ide muncul. Orang kaya banyak di Jakarta. Diantara mereka pasti ada yang berjiwa dermawan. Kalau ada seseorang yang membawanya ke rumah orang kaya tersebut, hasilnya pasti lebih besar.
Guru kami bertanya kepada santri, ustadz, wali santri bahkan tukang masak, apakah mereka punya kenalan orang kaya. Ternyata seorang tukang masak punya kenalan orang kaya. Di samping masak, dia mengajar ngaji. Anak yang dia ajar ngaji, ayahnya juragan tanah. Orang Betawi asli.
Ustadz Helmy diantar tukang masak ke rumah kenalannya. Doa itu terkabul. Si empunya rumah bersedia memberi uang 10 juta rupiah. Pinjaman.
Meski pinjaman tidak mengapa. Dengan uang itu ditambah hasil sertifikat akhirat, tanah seluas 6,000 meter pun dapat dilunasi.
Tinggal memikirkan bangunan.
Doa lagi.
Memang itu senjata pamungkasnya. Tabungan tidak ada. Warisan pun tiada. Apalagi harta benda. Yang ada hanya sebuah motor vespa. Itupun buah dari kuliah sambil kerja di Arab Saudi.
Dan pertolongan Allah itu selalu tiba. “Minta kepadaKu, niscaya Aku kabulkan.” Seorang dokter memberi kabar gembira. Adiknya yang tinggal di Jakarta berencana membangun masjid.
Singkat cerita, diadakan pertemuan antara guru kami dengan calon donator. Dokter sebagai penghubung. Adik dokter yang seorang insinyur bersedia membangun masjid di lokasi pesantren. Uang muka sedekah pun diberikan.
Pembangunan masjid berjalan di lahan yang masih kosong. Saat itu ustadz Helmy masih tinggal di pesantren tempatnya mengajar. Bahan bangunan sudah berdatangan. Semuanya adalah amanah yang harus dijaga. Menelantarkan amanah bisa berakibat fatal. Kepercayaan itu mahal.
Dengan bismillah, beliau membangun tempat tinggal di dekat masjid. Bukan rumah. Sebuah bedeng berukuran 3 x 2 meter. Dindingnya triplek, atapnya asbes, lantainya tanah. Agar dapat tidur nyaman, dibuatlah bale di dalam bangunan. Fungsi bale tersebut sebagai tempat tidur.
Dua puluh satu tahun telah berlalu. Doa demi doa terus dipanjatkan. Pesantren pun berkembang. Tahun pertama, hanya ada 20 orang santri yang mukim. Asramanya terbuat dari triplek. Kelasnya pun di bawah pohon. Sekarang bangunan triplek sudah tiada ada. Berganti dengan dinding tembok yang kokoh.
Luas pesantren bertambah. Kurang lebih sudah 7 hektar tanah dimiliki. Empat hektar sudah dibangun. Asrama, kelas, ruang makan, dan masjid berdiri megah. Santri sudah tembus angka 3,850 orang.
Semua ini merupakan anugerah. Allah Maha Kaya, segala yang ada di dunia milikiNya. Saat Dia berkenan, segalanya bisa ada.
Guru kami selalu bilang,
“Pesantren ini ada berkat doa.”